Menapaki babak baru dalam kehidupan adalah suatu yang mengasik kan. Seperti halnya menikah adalah suatu babak yang harus dilewati seseorang, karena menikah memang bagian dari hidup. Sama ketika orang lahir, hidup, dan mati. Semuanya dilewati hanya satu kali dan saya berharap ketika nanti menikah ya hanya satu kali.
Tahap penseleksian calon yang akan dilakukan pun harus selektif. sama halnya ketika presiden memilih mentri – menteri yang akan menjadi calon pendampingnya, ya harus selektif. Harus melewati tahap fit and proper test. Karena pendamping hidup harus loyal, harus bisa hidup berdampingan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan yang paling penting harus bisa saling menghargai satu sama lain.
Begitu juga dengan calon istri yang akan saya pilih nantinya, orangnya pun harus loyal dan yang jelas harus bersinergi dengan saya. Bagi sebagian orang, ketika dalam tahap penseleksian menentukan calon pilihan bentuknya pun bermacam – macam, tergantung tujuan menikah dari orang tersebut. Ada yang menikah karena ingin kaya, maka calon pasangannya adalah orang kaya biar bisa jadi kaya. Ada yang ingin menikah karena ingin memperlancar urusan bisnis, maka calonnya mungkin pesaing bisnisnya atau rekan bisnisnya sehingga tidak ada lagi persaingan dalam bisninsnya, sehingga bisnisnya bisa lancar. Ada juga yang ingin nikah biar bisa mendapatkan keturunan ningrat (bangsawan), mungkin biar bisa dianggap bangsawan, maka nikahnya dengan anak raja, biar bisa dibilang keturuna raja. Dan mungkin ada juga yang tujuannya mungkin buat ibadah, karena menikah menurut sebgian orang adalah ibadah.
Saya tidak bermaksud naïf, selain untuk beribadah tujuan lain saya menikah adalah karena saya ingin tahapan hidup saya yaitu menikah hanya dilalui satu kali. karena kembali lagi ke tujuan awal yaitu menikah adalah tahapan dalam hidup dan selayaknya lah dilakukan hanya sekali seumur hidup sama halnya seperti lahir, hidup dan mati.
Untuk mencapai tujuan menikah satu kali, ada beberapa cara yang saya lakukan untuk memilih pasangan. Dengan harapan saya akan menikah satu kali dan mempertahankan pernikahan itu sampai ajal menjemput kami berdua. Meskipun belum teruji kebenarannya, berikut langkah – langkah yang saya lakukan.
- Yang pertama, dan yang paling penting adalah selalu memastikan bahwa sesama pasangan harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu menikah hanya satu kali. Kalau tujuan pertama sudah beda tidak mungkin melakukan langkah berikutnya. Karena toh memang sudah berbeda tujuan. Jika langkah pertama sudah sukses, baru menuju langkah kedua,
- Langkah kedua adalah penilaian karakter pasangan. Sudah pasti antar pasangan ditemukan perbedaan. Jangan berharap antar pasangan akan mengharapkan selalu mempunyai persamaan karakter, karena mungkin memang di dunia ini yang namnya manusia tidak akan pernah ada yang sama, semuanya berbeda. Tapi menurut saya jangan berharap sama kalo ingin cocok, tapi berharap lah saling melengkapi antar pasangan atau bisa disebut bersinergi dan mempunyai kemistri bathin tersendiri. Harus bisa menilai baik dan buruknya pasangan.
- Langkah berikutnya adalah pembentukan karakter pasangan. Kalau sudah bisa menilai karakter masing – masing barulah kita bisa membentuk karakter pasangan. Banyak orang yang bilang “saya akan menerima pasangan saya apa adanya dan siap menerima kekurangannya”. Menurut saya agak salah. Bagaimana kita bisa cocok kalo setiap kali bertemu selalu saja melihat kekurangannya, tanpa tidak bisa merubah kekurangannya yang terjadi hanyalah marah – marah. Kalo kita mencintai seseorang, tidak bisa hanya menerima kekurangannya tapi harus bisa merubah kekurangannya agar lebih baik. Bukankah tujuan berpasangan adalah untuk memberikan nilai positif antar pasangan?kalo iya, ya diimanfaatkan untuk bisa sama – sama menuju kesempurnaan dalam hidup dan bisa saling melengkapi satu sama lain.
- Langkah yang terakhir yaitu saling menghargai, ada satu kasus teman saya yang cenderung posesif, selalu cemburu kalau pasangannya selalu dekat dengan laki – laki lain. Bahkan sang pria tidak segan – segan menulis berbagai status di Facebook sebagai ungkapan uneg – uneg dalam dirinya. Menurut saya hal ini tidak akan terjadi kalau saja sang laki – laki bisa saling menghargai dengan pasangannya. Bagaimana bisa menghargai pasangannya kalo belum bisa menghargai diri sendiri. Bukankah rasa cemburu merupakan perasaan tidak mampu untuk bisa lebih dari orang yang kita cemburui? Kalau kita bisa menghargai diri sendiri, niscaya pasti kita akan jauh lebih hebat dari orang yang kita cemburui. Karena pada dasarnya setiap pasangan tidak akan pernah dibakar api cemburu kalau ada pengertian antar pasangan dan saling berjanji menjaga komitmen. Intinya poin ke empat ini adalah, dimulai dengan menghargai diri sendiri baru menghargai pasangan.
Kalau salah satu dari ke empat cara tersebut belum bisa terpenuhi, maka saya akan menunda dahulu sampai ke empatnya terpenuhi. Bukan bermaksud menggurui, karena saya sendiri pun belum menikah. hanya sekedar sharing tidak ada maksud apa – apa, mungkin teman – teman yang sudah menikah dan telah mengarungi rumah tangga punya solusi yang lebih bagus. Boleh kiranya saya dibagi, biar bisa tambah ilmu dan bagi yang masih sendiri mungkin bisa mencoba cara ini, semoga bermanfaat.
*menulis di pagi hari sambil minum kopi, sambil merefleksikan pertunanganku yang genap 6bulan hari ini, tidak sabar dan berharap sampai pada pernikahan nanti*